Janjine lungane ra nganti suwe suwe

(Janjimu pergi tidak lama)

Pamit esuk lungane ra nganti sore

(Bilangnya pergi pagi dan pulang sore)

Janjine lungane ra nganti semene suwene                                                                        (Janjimu pergi tidak selama ini)

Nganti kapan tak enteni sak tekane

(Sampai kapan aku menunggu kedatanganmu)

Lirik sendu ini dinyanyikan penuh penghayatan oleh ratusan orang yang mendeklarasikan diri sebagai jamaah patah hati kempotan di halaman kantor DPP PKB Jalan Raden Saleh Jakarta, Selasa (23/7) lalu.

Didi Kempot yang dijuluki sebagai The Godfather of Broken Heart, karena lagu-lagu balada patah hatinya. Hebatnya, tidak hanya melegenda lewat lirik-lirik lagunya yang bikin ngilu, konon kenikmatan mendengarkan Didi Kempot adalah secara live.

Faktanya, walau berdesak-desakan, pengap, penuh keringat, ratusan orang tersebut bernyanyi berjamaah dengan mimik yang begitu menikmati lirik dan lantunan musik. Ternyata, ini bukan situasi emosional tanpa alasan.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Journal of Consumer Research menyebutkan, orang yang mengalami patah hati lebih suka mendengarkan lagu sedih ketimbang bercerita dengan temannya.

BACA JUGA: Bawa Anjing ke Masjid karena Mengidap Schizophrenia, Masuk Akal?

Mendengarkan musik sesuai dengan suasana hati  dapat membantu membangkitkan mood lebih baik, sekaligus media untuk melampiaskan apa yang dirasakan.  Secara bertahap, mendengarkan lagu sedih ibarat terapi penyembuhan.

Ketika sedang patah hati lalu mendengarkan lagu putus cinta, Anda tidak hanya mengingat bagian-bagian sedih dari hubungan tersebut melainkan yang senang-senangnya juga. Sesuatu yang membuat Anda lama-lama bersyukur untuk apa yang sudah terjadi pada Anda—baik atau buruknya.

Sejatinya, bagian otak yang sama persis yang menyala ketika Anda mengalami sakit fisik juga menyala ketika patah hati. Sejauh menyangkut neuron, tekanan emosional adalah trauma fisik. Kadar kortison yang meningkat menyebabkan otot tegang, menghambat aliran darah yang mengacu ke rasa sakit.

BACA JUGA: Seni sebagai Terapi untuk Mental Disorder

Otak yang menyebabkan sensasi sakit ini, dan musik memiliki efek yang kuat pada otak. Cukup mendengarkan musik menyebabkan pelepasan dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan sistem penghargaan dan perasaan bahagia. Tetapi yang lebih mengesankan adalah efeknya pada rasa sakit.

Mendengarkan musik bisa mengubah satu persepsi rangsangan yang menyakitkan dan memperkuat perasaan kontrol. Sesuatu yang sangat sederhana seperti irama musik, memiliki efek langsung pada jalur saraf.

Lebih Memberikan Efek Ketika Didengarkan Bersama-sama?

Jawabannya adalah iya banget. Penelitian mengenai ini dirangkum dalam sebuah jurnal kesehatan online Psychology of Music. Disebutkan, mendengarkan lagu sedih secara kolektif justru ibarat gotong-royong, berbagi dan merasakan perasaan sedih tersebut.

Kesadaran kalau Anda tidak sendirian mengalami perasaan patah hati akan membuat Anda lebih semangat dan termotivasi untuk move on. Manfaat musik yang lebih luas lagi terangkum dalam  American Music Therapy Association (AMTA).

Program terapi musik dapat dirancang untuk mencapai tujuan seperti mengelola stres, meningkatkan daya ingat, dan mengurangi rasa sakit. Bahkan musik dapat membantu orang mengatasi rasa sakit fisik.

Terapi musik dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk gangguan mood yang berkaitan dengan kondisi neurologis, termasuk penyakit parkinson, demensia, stroke, dan multiple sclerosis. Disimpulkan, bahwa musik adalah terapi yang valid untuk berpotensi mengurangi depresi dan kecemasan, serta untuk meningkatkan suasana hati, harga diri, dan kualitas hidup.

Jadi, jangan takut patah hati, ada musik dan lagu Didi Kempot untuk mengobati hehehe….

BACA JUGA: Jatuh Cinta Bikin Sehat, Tapi Juga Bisa Bikin Anda Kehilangan Nyawa, Hiks!