Pernahkah Anda mencari tahu kemana perginya sampah Jakarta? Ya, sampah dari rumah Anda, perkantoran tempat Anda bekerja, restoran atau mall yang sering Anda kunjungi di Jakarta? Juni silam, Paprika Living bersama @SustainableIndonesia pergi ke Bantar Gebang dan menyaksikan langsung bagaimana kondisi tempat pembuangan sampah akhir Jakarta tersebut.
Kondisinya sungguh miris. Sekitar 108 hektar daerah Bantar Gebang Bekasi yang dulunya adalah persawahan dan pemukiman penduduk kini menjadi gunungan sampah dan sudah berlangsung sejak tahun 80-an.
Maret 2015 lalu, aktor Hollywood sekaligus pegiat lingkungan hidup Leonardo DiCaprio, juga turut memberikan respon lewat regram Instagram, mengenai kondisi Bantar Gebang dan bagaimana perairan Cikiwul terkena limbah pembuangan sehingga ikan-ikannya sudah tentu ikut tercemari.
Yuri Romero pemerhati lingkungan dari @SustainableIndonesia mengatakan, sampah Bantar Gebang bisa memberikan dampak polusi pada air tanah. Seharusnya bila sistem pembuangannya di lahan, ada teknik yang harus diterapkan supaya limbah tidak menyerap ke tanah.
“Keruk dulu lahannya, baru kemudian diberi plastik supaya tidak menyerap, dikasih lagi tanah liat, lalu plastik lagi, baru kemudian sampah-sampahnya dimasukkan. Harus dilapisi sampai berlapis supaya air limbah sampah tidak mencemari lingkungan sekitar,” demikian Yuri menjelaskan.

Yang terjadi, sampah di Bantar Gebang ditumpuk begitu saja. Yang sudah menggunung ditutup dengan terpal atau rerumputan demi estetika dan supaya tidak berhamburan. Suatu upaya yang sia-sia belaka, karena pada akhirnya gunungan sampah tersebut suatu waktu bisa “meledak” karena gas yang tertimbun di dalamnya.
BACA JUGA: 6 Kriteria Memilih Furniture Ramah Lingkungan
Setiap hari diperkirakan ada sekira 8,000 ton sampah masuk yang masuk ke Bantar Gebang, atau jika diukur hampir sebesar Candi Borobudur. Situasi ini tak pelak membuat Bantar Gebang menjadi tempat pembuangan sampah terbesar se Asia Tenggara.
Polusi yang disumbangkan tidak hanya air saja tapi juga udara. Di Bantar Gebang sendiri terdaftar ada 1,000 kepala keluarga dan bisa dibayangkan berapa jumlah populasi manusia yang terpapar dengan sampah.
Mulai dari anak 2 tahun sampai manula 80-an tahun. Kami sempat mampir ke rumah sepasang kakek-nenek yang tinggal di rumah sangat sederhana di sekitar gunungan sampah. Semasa mudanya, sang kakek bercerita kalau dulu tempat ini adalah hamparan rumput yang luas. Kini jika ia keluar rumah, pemandangannya adalah gunung sampah. Yang membuat makin prihatin lagi adalah si kakek terinfeksi dua jenis salmonella.
Kesadaran Memanajemen Sampah
Diperkirakan pada tahun 2021, Bantar Gebang tidak bisa lagi memuat sampah karena sudah mencapai kapasitas maksimumnya. Harus ada solusi baru dan salah satu solusi dari pemerintah adalah membakar sampah yang diubah menjadi tenaga listrik.
Yuri tidak melihat rencana ini sebagai solusi terbaik, karena pada akhirnya kalau sampah selalu ada dan malah tiap tahun meningkat, polemik sampah akan tetap ada. “Masyarakat harus mengendalikan pola konsumtif dan memanajemen sampahnya sendiri,” tegas Yuri.
BACA JUGA: Termasuk Orang yang Doyan Beli Baju? Anda Harus Baca Tulisan Ini!
Diakuinya sejak 2015 sampai 2019 terjadi peningkatan jumlah sampah yang signifikan ke Bantar Gebang. Pada 2015, sampah yang masuk kurang dari 6,000 ton dan sekarang meningkat menjadi 8,000 ton tiap harinya.
Menurut Yuri, kondisi ini adalah akibat dari pertumbuhan bisnis tanpa diiringi pengaturan kontrol manajemen sampahnya. “Seharusnya kalau bisnis dibangun, harus tahu juga waste management-nya seperti apa,” tambah Yuri.

Sejatinya kampanye mengenai pengolahan sampah, membeli dengan kesadaran sudah cukup banyak, tapi sayang yang melakukannya dengan intens masih sangat sedikit. Jadinya hanya sekadar obrolan sekali lewat tanpa ada kesadaran untuk melakukan.
Nah, jika Anda juga peduli dengan kondisi sampah yang mengenaskan ini, yuk kita dukung dengan melakukan tindakan sederhana. Misalnya saja berpikir sebelum membeli, apakah Anda memang membutuhkannya atau hanya termakan propaganda marketing. Jika Anda membeli sesuatu, Anda bisa memikirkan juga berapa banyak sampah yang dibawa produk tersebut.
BACA JUGA: Beban Berat Lingkungan Di Balik Kenyamanan Tisu Basah