Perdebatan mengenai legalisasi ganja masih pada tahap yang panjang dan njelimet. Malaysia dan Filipina adalah negara di Asia yang digadang-gadang akan melegalkan ganja untuk pengobatan, setelah Thailand sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkannya.

Sejumlah penelitian, sebagaimana dikutip dari IFLScience, telah menemukan bahwa efek penggunaan ganja berkaitan dalam membantu menangani rasa sakit kronis, epilepsi, depresi, dan gangguan psikosis serta membantu pasien kanker dalam mengatasi rasa mual yang disebabkan oleh kemoterapi.

BACA JUGA: Mengenal Metode Terapi Sound Healing

Berdasarkan berbagai bukti ilmiah itu, saat ini setidaknya sudah ada 31 negara yang melegalkan penggunaan ganja untuk medis, misalnya Kanada, Meksiko, Jerman, Denmark, Finlandia, Israel, Argentina, Australia, dan beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Bagaimana dengan Indonesia?

Yayasan Sativa Nusantara (YSN) adalah sebuah lembaga yang dibentuk salah satunya untuk melakukan penelitian terhadap kekayaan etnobotani nusantara. Secara khusus fokusnya adalah terhadap tetumbuhan yang termasuk di dalam kategori tanaman strategis.

Pada bulan Desember 2014, YSN menerima surat ijin dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk melakukan penelitian tentang manfaat medis tanaman cannabis. Yayasan Sativa Nusantara bertekad untuk memperjuangkan agar seluruh kekayaan etnobotani nusantara dapat dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai aset untuk menegakkan kedaulatan dan swasembada kesehatan.

Simak selengkapnya rangkuman topik diskusi Rabu Paprika Loca dengan Peter Dantovski dari Yayasan Sativa Nusantara di sini!

SHARING SESSION

Paprika Living: Bersama kita sudah hadir Mas Peter Dantovski, Ketua riset Budaya Ganja Nusantara, BGN, Yayasan Sativa Nusantara. Halo Mas Peter, biasa dipanggil Mas Danto ya?

Peter Dantovski: Danto saja…halo teman-teman Paprika Loca…

Paprika Living: Baiklah Mas, tema kita kali ini adalah “Potensi Etnobotani Nusantara”, ada baiknya sebelum memulai diskusi Mas boleh memperkenalkan diri dulu ke teman-teman Paprika Loca :). Monggo Mas..

Peter Dantovski: Selamat malam. Rahayu. Saya Danto dari Yayasan Sativa Nusantara. Saya berterima kasih diberi kesempatan untuk berdiskusi di sini. Ini pengalaman baru. Semoga perbincangan kita malam ini dapat bermanfaat.

Paprika Living: Mungkin boleh sedikit dijelaskan Mas, kegiatan dari Yayasan Sativa Nusantara sejauh ini seperti apa, sebelum Mas memaparkan materinya.

BACA JUGA: Kenali Diri, Ambil Kendali Hidupmu!

Peter Dantovski: YSN ini fokusnya riset. Saat ini kami sedang melakukan riset budaya ganja nusantara, BGN, dalam kerangka dasar etnonotani. Riset BGN ini dibagi dua yaitu studi arsip dan riset lapangan. Kira-kira begitu

Immanuel Zacharias: Selamat malam saudaraku, katong samua basudara

Peter Dantovski: Selamat malam sosa

Paprika Living: Oh seperti itu, baiklah Mas kita langsung masuk ke materi aja ya. Kita siap menyimak. Nanti setelah Mas Danto menyampaikan materi baru sesi pertanyaan dibuka.

Peter Dantovski: Baik. Materi kita, potensi etnobotani sebagai modal swasembada kesehatan. Saya mau mengawali bahwa ada 344 kabupaten kota di Indonesia yang jika diinventarisir memiliki sistem pengetahuan tentang tanaman yang biasa digunakan untuk ramuan pengobatan.
Sistem pengetahuan pengobatan tersebut bersumber dari ilmu etnobotani yang dikuasai para leluhur. Jenis tanaman dan ramuan yg dikumpulkan ada ribuan resep Di sisi yang lain, data evaluasi tetantang BPJS menunjukkan defisit besar  28 T.

Ini kan ironi. Indonesia memiliki ketergantungan impor yang sangat besar terhadap materi farmasi dan kosmetik. Padahal khasanah kekayaan etnobotani yang ada di seluruh nusantara seharusnya dapat didayagunakan secara penuh untuk mencapai swasembada kesehatan.

YSN dalam hal ini mendorong agar negara melihat potensi tersebut dan mau memanfaatkannya. Langkah awalnya riset. Nah, dalam khasanan etnobotani kita menemukan ada tanaman-tanaman yang memiliki potensi medis yang sangat besar tetapi anehnya statusnya ilegal. Ini ironi selanjutnya yang ada di negara kita tercinta. Kita mungkin dapat mengawali diskusi dari sana. Terima kasih.

Novi: Memangnya selain ganja, ada lagi kah tanaman yang memiliki potensi medis tapi ilegal?

Bunga Sirait: Setahuku terakhir ada pembahasan tentang kratom. Kontroversi juga tuh…

Novi:  Wah baru denger. Apa itu kratom? Yang katanya obat kanker temuan siswa sekolahan?

Paprika Living: https://www.paprikaliving.com/mengenal-alternatif-herbal-selain-kratom/ ini Mba Novi

Immanuel Zacharias:  Kalau nggak salah kratom tumbuhan medis di daerah pedalaman Kalimantan ya?

Peter Dantovski: Ada beberapa, misalnya opium, papaver somniverum, kemudian coca.

Bunga Sirait: Hasil risetnya sudah ada apa gimana Mas?

Peter Dantovski: Risetnya belum dapat dilakukan karena belum ada niat dari pemerintah melalui Kemenkes untuk melakukannya. Tetapi fenomena pelarangan terhadap tanaman ini sangat menarik. Terutama dari perspektif ekonomi politik. Yang pertama, fenomena tersebut munculnya pasca berakhirnya perang dunia kedua. Tanaman-tanaman tersebut secara semena-mena dikategorikan sebagai narkotika.

Immanuel Zacharias:  Monopoli pemenang perang dunia kedua ya Bang Danto.

Aldohri Suneth: Dan dalam penggolongan tidak terlibat staf akademisi yang mampu menjelaskan pemasukan tanamannya dalam golongan narkotika atas landasan ilmiah.

Peter Dantovski: Narkotika sendiri multitafsir. Dari bahasa latin narcos, sesuatu yang membuat tidur. Tapi tiba-tiba diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari “tanaman” dan bukan tanaman yang dapat nenghilangkan rasa sakit, mengubah kesadaran dan seterusnya. Jadi narkotika setelah konvensi 1961, Single Convention on Narcotic Drugs, lebih merupakan istilah politik dan bukan ilmiah. Dalam Single Convention on Narcotic Drugs, diciptakan status ilegal bagi tanaman-tanaman yang memiliki potensi medis. Arahnya monopoli farmasi. Definisi narkotika tersebut, seperti yang tercantum dalam UU narkotika kita, lebih sesuai untuk mendefinisikan psikotropika.

Paprika Living: Jadi 2014 mendapat izin Kemenkes itu Mas, izin apa ya?

Peter Dantovski: Izin untuk melakukan penelitian terhadap manfaat medis tanaman cannababis. Tapi itu menjadi kontroversi dengan lembaga negara lain yang menangani isu narkotika yaitu BNN. Menurut BNN surat tersebut bukan surat izin. Kemudian BNN menyatakan bahwa belum perlu dilakukan penelitian tentang manfaat medis tanaman ganja. Jadi sampai sekarang menggantung.

Novi: Pertanyaan agak melenceng nih Mas Darto. Tapi dulu sering banget dengar orang nyeletuk nasi padang nikmat karena ganja. Emangnya bener bisa dijadiin makanan?

Peter Dantovski: Benar. Dan bahwa ganja adalah bumbu dan obat yang hebat ada di dalam naskah-naskah kuno nusantara. Artinya para leluhur kita sudah sejak dahulu kala menggunakannya. Enak, sedap, dan membikin sehat. Sebagai bumbu dan obat.

Paprika Living: Tapi apa kalau digunakan berlebihan memang berbahaya untuk kesehatan?

Peter Dantovski: Segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Tidak hanya ganja. Bahkan nasi juga.

Immanuel Zacharias: Tapi nggak ada kan Bang, kasus overdosis karena ganja?

Peter Dantovski: Sejauh ini belum pernah menemukan aku. Sebelum overdosis fatal pasti sudah tertidur duluan. Segala sesuatu harus diuji dulu untuk mengetahui takarannya bagi kesehatan. Itu sebabnya kita perlu mendorong menteri kesehatan kita yang baru dilantik tadi pagi untuk berani mengambil langkah seperti Malaysia dan Thailand. Kuncinya riset.

Tessalonika Warih Primarini: Menurut sumber yang saya baca, secara ilmiah perbandingan dosis efektif yang berbahaya bagi manusia adalah 1000:1, untuk alkohol 10:1, kokain 15:1 atau heroin 16:1. Perkiraan menyebutkan bahwa dosis yang berbahaya adalah bila seseorang mengisap 680 kg ganja dalam waktu 14 menit,  dimana hal tersebut tidak mungkin dicapai.

Aldohri Suneth: Mas, seperti yang kita tahu bersama kalau legalisasi ganja sendiri merupakan isu global, bahkan sudah 30an negara telah menubah kebijakan dan mendapatkan benefit darinya. Apakah Indonesia akan menjadi target daripada korporat berbasis ganja untuk mengekspansi produknya. Jika iya, bagaimana kita sebagai masyarakat mengantisipasi hal tersebut, agar jika kalau saya katakan ganja sebagai SDA yang masih bisa kita manfaatkan secara mandiri ini bisa terselamatkan dar strategi monopoli oleh pasar dunia?

Peter Dantovski: Yang bisa dilakukan oleh kawan-kawan LGN adalah mendorong Kemenkes untuk berani melakukan riset. Energinya diarahkan ke Kemenkes. Tidak perlu menghujat dan konfrontatif terhadap BNN karena mereka pelaksana undang-undang.

Novi: Jadi mikir. Bakalan tersandung isu agama nggak ya? Bukan bermaksud menyinggung SARA, tapi beberapa kali ada saja kasus kesandungnya di sana.

Peter Dantovski: Kapan-kapan kalau ada waktu forum ini bisa membahas tema “biosemiotika” karena itu akan sangan membantu kita memahami isu narkotika, psikotropika, dan psikoaktif. Jadi supaya kita bisa melihat kecenderungan manusia mengonsumsi zat-zat psikoaktif dari perspektif yang lebih luas dan memerdekakan.

Paprika Living: Kalau Sativa Nusantara dan teman-teman lainnya melakukan sosialisasi ganja sejauh ini gada masalah ya Mas? Seperti pameran di Senayan itu boleh sedikit cerita nggak Mas itu pamerannya tentang apa?

Peter Dantovski: Sosialisasinya gampang-gampang susah. Event Pekan Kebudayaan Nasional 2019 kemarin misalnya. YSN diberi kesempatan menampilkan hasil risetnya tapi tidak boleh vulgar. Misal nggak boleh ada kata ganja. Kebayang nggak? Bangsa macam apa yang sebegitu takutnya dengan tanaman?

Presentasi riset BGN belum bisa maksimal. Karena baru mulai bulan Mei 2019 kemarin. Tapi kami berencana mempresentasikan hasil riset BGN ke publik mulai awal tahun depan secara bertahap. Tetapi yang menarik adalah saat ini semakin banyak akademisi seperti sejarawan, arkeolog, antropolog yang merapat ke YSN. Mulai berani terbuka bicara tentang sejarah pemanfaatan ganja di nusantara.

Ummu Abiyyu Wa Nadief: Berbicara masalah ganja, memang benar bisa mengurangi rasa sakit? Jika bisa berarti bisa di terapkan pada pasien yang sedang kesakitan seperti odapus atau odamun saat flare,tapi adakah dampak ketergantungannya Mas Danto, mohon penjelasannya?

Peter Dantovski: Bisa. Tapi cara kerjanya di tubuh berbeda dengan pain killer atau analgesik lain yang berbasis opiat. Ganja tidak frontal memutus hubungan komunikasi saraf dan otak tapi bekerja secara gradual. Gradual maksudnya zat psikoaktif ganja yang berfungsi analgesik tidak larut dalam air. Tetapi di lemak. Jadi disimpan di otak dan dilepas pelan-pelan.

Paprika Living: Sekalian mau nanya juga Mas, harapan dari Yayasan Sativa Nusantara sendiri dengan legalisasi ganja?

Peter Dantovski: Legal itu artinya diatur sesuai dengan hukum. Jadi harus ada regulasinya. Legal artinya bukan bisa pakai sembarangan. Ada aturannya juga.

Paprika Living: Sejauh ini bagaimana penemuannya Mas?

Peter Dantovski: Cukup banyak petunjuknya. Bahkan bukti. Seperti naskah-naskah kuno berbahasa Melayu dengan aksara pegon dari abad 16. Kemudian relief di beberapa candi. Terus ada penemuan arkeologi di situs Kotta Cina di Sumatera Utara. Dan beberapa lagi.

Immanuel Zacharias: Mungkin dibatasi perharinya harus memakai berapa gram gitu ya Bang?

Tessalonika Warih Primarini: Atau mungkin untuk orang yang benar-benar membutuhkan secara medis Mas.

Paprika Living: Apakah potensi ganja bisa menggantikan banyak obat kimia ya Mas?

Peter Dantovski: Jika dilihat dari naskah-naskah kuno itu saja kita bisa melihat kegunaanya untuk mengobati diabetes. Kemudian dengan dikombinasikan di dalam ramuan, bersama rempah dan tanaman lain, dia bisa mengobati sakit lambung, peradangan kulit, jantung dan lain-lain. Artinya jika hal tersebut diriset dengan prosedur ilmiah yang ketat kemudian hasil risetnya dihilirisasi, artinya dikapitalisasi itu bisa jadi devisa.

Paprika Living: Kalau acara di Senayan kemarin izinnya ke siapa ya Mas?

Peter Dantovski: Kami diundang oleh pihak Dirjen Kebudayaan RI. Ditawari untuk ikut tapi nggak boleh vulgar. Karena ternyata sudah ada di dalam data base Dirjenkeb budaya ganja dalam ritual tertentu di Ternate. Kami juga sedang berusaha mendalami informasi tersebut. Tapi intinya kami ditawari untuk ikut PKN.

Tessalonika Warih Primarini: Oh iya Mas, lalu bedanya sativa dengan indica itu seperti apa ya? Apakah keduanya memiliki senyawa CBD yang sama atau bagaimana?

Peter Dantovski: Sativa pohonnya lebih tinggi dan daunnya langsing. Indica lebih gemuk. Kandungan zat psikoaktifnya secara umum sama. Keduanya punya potensi THC dam CBD yang cukup tinggi dan bisa digunakan untuk medis.

Immanuel Zacharias: Tapi bukannya lebih bagus sativa ya di bandingkan indica?

Peter Dantovski: Belum tahu. Yang jelas keduanya bisa tumbuh di iklim tropis. Jadi pasti kandungan psikoaktifnya tinggi.

Paprika Living: Mas, mariyuana dan ganja itu sama atau beda ya?

Peter Dantovski: Sama. Mariyuana itu istilah yang muncul dari kalangan hispanik di Amerika tahun 20-an.

Paprika Living: Kalau opium punya potensi untuk pengobatan juga Mas?

Peter Dantovski: Opium beda lagi, dia berasal dari tanaman papaver. Istilahnya lebih popoler candu. Opium punya potensi untuk pengobatan juga.  Semua tumbuhan kategori psikotropika bisa dipastikan memiliki potensi medis.

Aldohri Suneth: Bagaimana tanggapan Kemenkes terkait ganja yang katanya juga ada di lembaga tanaman obat di tawamangun? Bukan jikalau mau di pikir-pikir sudah menjadi tanggung jawab secarah penuh oleh pemerintah dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan (meneliti ganja)?

Peter Dantovski: Hal itu yang harus terus ditanyakan kepada Kemenkes. Dasarnya gunakan pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Paprika Living:  Dalam waktu dekat ini ada acara lagikah Mas diskusi atau workshop seperti di Senayan kemarin?

Peter Dantovski: Kami berencana menyelenggarakan sendiri awal tahun depan. Sebagai bentuk presentasi riset BGN.

Paprika Living: Mas, apa benar Indonesia penghasil ganja terbesar dunia?

Peter Dantovski: Belum tahu. Mungkin juga kalau yang tumbuh alami. Di Amerika dan Cina sekarang mungkin totalnya ada jutaan hektar tapi kerangkanya industri.

Paprika Living: Industri apa sajakah itu Mas?

Peter Dantovski: Kalau di Amerika lebih ke medis. Kalau Cina serat.

Paprika Living: Baiklah teman-teman, mungkin sebelum menutup diskusi, Mas Danto bisa menyampaikan closing Mas.

Peter Dantovski: Terima kasih. Yang pasti kita ini bangsa yang punya perbendaharaan etnobotani terbesar di dunia. Ditengah defisit anggaran BPJS dan tingginya ketergantungan APBN.

Artikel ini adalah rangkuman percakapan dalam diskusi Telegram antara  Komunitas Paprika Loca dan Peter Dantovski dari Yayasan Sativa Nusantara. Diskusi seputar isu kesehatan dan lingkungan diadakan tiap Rabu malam Pk.20.00 – 21.00. Jika Anda ingn bergabung, Anda klik link berikut ini : https://t.me/joinchat/HMrZHUmYHcsZB7PNiibZ4A