Inspirasi Lokal untuk Bangunan Hemat Energi

Gaya hidup sehat yang selaras dengan alam bisa diterapkan dalam berbagai segi. Salah satunya adalah soal hunian.

Ada berbagai definisi bangunan/ruang hidup yang ramah lingkungan, bisa dari bahan bangunan, pengelolaan limbah hingga konsumsi energi yang minim.

Sebenarnya, jika kita amati, rumah-rumah tradisional Indonesia adalah rumah yang dibangun dekat dengan lingkungannya.

Rumah Panggung Adalah Salah Satunya

Rumah panggung dibangun di daerah yang rawan banjir dan gempa. Untuk alasan, inilah penduduk betawi di Marunda membuat rumah panggung yang bertujuan untuk menghindari banjir yang kerap kali menghantam wilayah tepi pantai tersebut.

Kayunya pun dipilih yang akan semakin kuat jika terpapar air sehingga rumah tersebut akan makin kuat dari hari ke hari.

Selain bahan dan bentuk disesuaikan dengan lingkungan sekitar (apakah sering banjir, berada di daerah rawan gempa atau akan dibangun di lereng bukit) rumah tradisional memiliki sirkulasi udara dan sinar yang baik.

Ambillah contoh bentuk atap limas dan jendela besar yang memudahkan sirkulasi udara dan masuknya sinar matahari. Hasilnya, rumah menjadi lebih adem dan pemakaian listrik bisa diminimalisir karena penerangan dengan memanfaatkan sinar matahari.

Konsep Kearifan Lokal

Konsep kearifan lokal ini kembali diterapkan dalam kehidupan modern. Rumah-rumah penduduk di Lombok dibangun kembali dengan mengikuti bentuk bangunan lokal yang memang tidak rubuh ketika gempa menguncang Lombok.

Rumah-rumah tersebut dibuat dari bahan kayu dan rotan, yang semuanya didapat dari lingkungan sekitar.

Hasilnya, biaya pembuatan tidak terlalu tinggi, ramah lingkungan dan mengikuti kondisi lingkungan Nusa Tenggara Barat yang kerap diguncang gempa. Begini bentuk asli rumah Suku Sasak Lombok yang anti gempa. 

Inspirasi Bangunan Tradisional

Inspirasi bangunan tradisional pun menyentuh dalam gedung modern yang terkadang tinggi menjulang.

Salah satu yang mencolok dan cukup terkenal adalah Intiland Tower atau yang beberapa tahun yang lalu bernama Wisma Dharmala Sakti.

Bangunan yang menjulang tinggi di kawasan Sudirman Jakarta ini menarik mata karena bentuknya yang menarik, alih-alih hanya berupa pencakar langit lurus, gedung ini menggunakan permainan bentuk limas di setiap lantainya.

Inspirasi Lokal untuk Bangunan Hemat Energi
Inspirasi Lokal untuk Bangunan Hemat Energi

Desain ini bukanlah tanpa alasan. Arsitekturnya, Paul Rudolph yang berasal dari Amerika, menyempatkan diri untuk berkeliling ke beberapa daerah di Indonesia untuk menangkap keunikan berbagai arsitektur Indonesia.

Paul akhirnya mengaplikasikan bentuk limas pada atap rumah tradisional , yang diintegrasikan pada fasad gedung.

Pemasangan atap limas ini akan meminimalkan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan, sehingga ruangan tidak akan terlalu terang serta panas, tapi mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Hal ini menyebabkan pemakaian listrik bisa dikurangi. Selain itu, jendela yang besar dan ventilasi udara yang diatur di antara atap menyebabkan pemakaian pendingin ruangan bisa ditekan seminimal mungkin.

BACA JUGA : Ruang Lebih Hijau dengan Kokedama

Kesimpulan

Semua inspirasi tersebut bukan tidak mungkin diterapkan dalam rumah kita. Jendela yang besar, ventilasi yang berada di antara atap pada model atap limas sangat cocok untuk diterapkan pada daerah tropis.

Udara dan angin yang masuk akan memberikan aliran udara yang sehat bagi rumah, sehingga pemakaian pendingin ruangan bisa dikurangi atau bahkan tidak digunakan sama sekali.

Berkurangnya penggunaan lampu dan pendingin ruangan tentu saja akan berimbas pada berkurangnya pemakaian listrik.