Tidak ubahnya seperti hubungan tidak sehat yang dipaksakan, demikianlah pemahaman mengenai teh sekarang ini mendarah daging. Faktor kebiasaan membuat orang menyempitkan defenisi sehat dan nikmat. Padahal, belum tentu apa yang kita anggap baik, memang baik. Ya, bisa jadi “baik”, karena sudah terbiasa.

Seperti halnya wangi, pekat, dan manis menjadi definisi untuk teh yang nikmat. Obrolan mengenai teh ini menjadi topik dalam pertemuan antara Paprika Living dan  Satria Gunawan Suharno (58), pemilik dari House of Tea, Cilandak, beberapa waktu lalu.

“Tujuan orang minum teh beda-beda, untuk melepas haus atau kesehatan? Kalau dari segi kesehatan tentunya daun teh yang digunakan adalah daun yang masih muda, menggulung dan dua daun di bawahnya atau istilahnya pekoe,” demikian penjelasan Satria Gunawan.

BACA JUGA: Minum Jus Seledri Tren atau Memang Bermanfaat?

Jadi, kalau bicara soal nutrisi dari teh, bagian-bagian yang disebutkan tadilah yang sejatinya mengandung nilai nutrisi. Makin turun, maka makin berkurang nilai nutrisi pada teh tersebut. Ketika diseduh pun, teh yang semestinya tidak akan menguarkan aroma menyengat yang terlalu kuat, demikian juga warnanya tidak terlalu pekat.

Selain bagian teh, proses penyeduhan juga menjadi penentu seberapa besar khasiat teh akan diperoleh. Dan lagi-lagi itu tergantung dengan jenis tehnya. Kalau white tea diseduh dengan air bersuhu 700, sedangkan black tea pada suhu 1000.

Satria Gunawan sendiri mengaku mendapatkan manfaat dari kebiasaan minum teh yang sehat. Satria memasang tiga ring di jantungnya dan dia meyakini kalau minum teh membantunya tetap sehat dan stabil. “Sebelum minum teh, saya selalu menyesuaikan dengan kondisi pada hari tersebut, misalnya saya baru makan makanan berat, maka teh oolong adalah pilihan saya. Kalau badan agak drop saya minum white tea,” tambah Satria Gunawan.

Menikmati Teh dengan Lima Indra

suasana di house of tea
Suasana santai di House of Tea

Atmosfer House of Tea sangat tenang, jauh dari pikuk Jakarta. Berlokasi di jalan kecil dan masuk gang dengan bangun rumah biasa—tidak ada kesan kafe yang fancy. Semilir angin bebas masuk, karena konsepnya memang open space.

Furniturenya sebagian besar dari kayu dengan aksesori teko-teko berjejer di lemari yang di tempatkan di beberapa sudut ruangan. Di sebelah kiri, dekat pintu masuk, ada toples-toples berisi aneka daun teh. Beberapa di antaranya adalah green special, black royal, green, light oolong, white tea, black special, dan black.

Kesan pertama saat menginjakkan kaki di House of Tea adalah homy, nyaman, dan tenang. “Menikmati teh itu harus dengan panca indra,” demikian kata Satria Gunawan sembari menyeduh teh untuk kami.

Kami memilih teh apa yang ingin diseduh, merasakan tekstur daun teh bergemerisik di jari-jari, menghirup pecahan daun teh, lalu menyeduhnya dengan suhu dan takaran yang pas. Sebelum diseruput, baui sejenak, untuk memberikan sensasi pada indra penciuman. Setelah diteguk, terasa teh bergumul di lidah dan seluruh saraf di indra pengecap. Lebih afdol lagi, kalau ada sepiring pisang goreng di sebelah, sembari Anda dan kumpulan bercerita tentang hari-hari membosankan di kantor. Lantunan lagu-lagu lembut akan meningkahi obrolan Anda melepas penat hari.

Ingin memanjakan lima indra sembari menikmati the real tea? Anda bisa berkunjung ke House of Tea yang buka dari jam 16.00 – 22.00 Ada sekira 20-an menu teh yang bisa Anda pilih untuk dinikmati. Ingin tambahan rempah? Atau mencoba teh yang diolah dengan metode cold brew? Tinggal pilih!

BACA JUGA: Mengulik Manfaat Teh dan Rokok Herbal