Artikel ini berasal dari kisah ibu Nippy Infante CK, perempuan berusia 45 tahun yang bekerja sebagai guru relawan Sekolah Luar Biasa.

Sebagai autoimun survivor, kisah Ibu Nippy memberikan inspirasi bagi banyak orang. Betapa tidak, di tengah perjuangannya melawan penyakitnya yang tentu tidak mudah, ia tetap bisa berkarya dengan mengajar. Terima kasih Ibu Nippy! Yuk simak ceritanya:

Cerita Ibu Nippy

Sejak remaja, saat haid adalah masa yang membuat trauma karena di hari ke 1, 2 atau 3 itulah saya merasakan sakit yang amat sangat, terkadang disertai pingsan sehingga tidak bisa sekolah/kuliah.

SpOG mendiagnosa endometriosis dan diberi obat penahan sakit di setiap haid, serta menyarankan untuk operasi kista tersebut kalau nanti sudah menikah. Menurut SpOG, biasanya kista tersebut juga keluar bersamaan dengan proses kelahiran normal suatu saat nanti.

Diusia Remaja

Sejak remaja saya relatif sering sakit dengan banyak keluhan seperti maag kronis atau  pernah juga mengalami radang sendi dan radang tenggorokan berulang di setiap bulan sehingga saya akhirnya menjalankan operasi amandel. Saat kecilpun di waktu tertentu saya rutin alami biduran/kaligata.

Saya menikah tahun 1997. Pada Desember 2007, setelah operasi kista endometriosis (ini operasi kista yang ke-4) sekalian operasi perlengketan rahim, SpOG melakukan terapi hormon untuk menghentikan haid sementara.

Dari terapi inilah saya mulai merasa nyeri-nyeri tulang & sendi terutama nyeri yang amat sangat pada jari-jari tangan sehingga dilakukan densitometri juga bone scanning.

Saya dirujuk ke-3 subspesialis yaitu hematolog, rematolog, dan ahli bedah vasculair karena diduga Lupus. Hasil pemeriksaan dokter-dokter tersebut menunjukkan kalau saya belum positif autoimun.

Pada Juni 2013 setelah kelelahan mengurus dua anak yang diopname karena tipus & demam berdarah bergantian, saya terpeleset dengan posisi terduduk di teras rumah karena lantai masih licin akibat sisa obat fogging.

Karena tidak ada rasa sakit, saya lanjutkan beraktivitas seperti biasa. Tapi kira-kira satu minggu kemudian ada nyeri di sekitar sendi kaki.

Saya pikir mungkin keseleo akibat terpeleset yang lalu, namun setiap selesai dipijat urut malah bertambah nyeri dan kemudian timbul bengkak di dua sendi kaki sampai ke arah lutut juga ada bercak-bercak kemerahan.

Saya diberi corticosteroid oleh internist sehingga nyeri & bengkak membaik, tapi terkadang nyeri dan bengkaknya kambuh kembali sehingga saya mencari second opinion ke ahli bedah tulang.

Beliau yakin tulang saya baik-baik saja tapi meminta saya kembali lagi pada internist untuk melakukan pemeriksaan lanjutan sehingga akhirnya diketahui ANA IF positif 320 dan dirujuk ke dokter ahli autoimun di Jakarta (saya berdomisili di Bogor).

Sejak bertemu dokter ahli autoimun dan dilakukan serangkaian pemeriksaan kemudian, tegaklah diagnosa autoimun yaitu Vasculitis & Sjogren’s Syndrome dengan nilai Schimmer Test 0 & 1.

Sempat saya mencari second opinion ke dokter ahli autoimun lain karena terkejut dengan banyaknya obat yang diberikan ahli autoimun pertama. Tapi karena ahli autoimun ke-2 mengatakan saya sudah tidak ada harapan, saya kembali ke dokter ahli autoimun yang pertama.

Seiring Berjalannya Waktu

Berjalannya waktu saat pengobatan autoimun, terjadi haid yang lebih banyak dari biasanya dan diketahui ada endometriosis juga adenomyosis sehingga ahli autoimun mengirim saya operasi terpadu untuk pengangkatan rahim juga operasi usus buntu karena sudah lama meradang.

Karena saya punya gangguan asthma bronkhitis kronis juga jantung Mitral Valve Prolaps bawaan lahir dan pernah terdiagnosa Kardi Iskemi dinding inferior, maka saya  perlu pendampingan ahli paru dan ahli jantung. Operasi terpadu ini untuk mengambil bagian tubuh yang infeksi agar pengobatan autoimun berjalan efektif.

Setelah menjalankan operasi terpadu, saya mengalami diare lebih sering dari sebelumnya  disertai kembung yang terus menerus sehingga internist ahli gastro menyarankan endoskopi karena hal seperti ini bisa terjadi akibat autoimun yang sudah diderita.

Hasil endoskopi menunjukkan Inflamatory Bowl Desease/Chron’s Desease sebagai jenis autoimun ke-3 saya & dokter tersebut melakukan terapi obat yang cukup banyak selama beberapa waktu dengan pengulangan endoskopi untuk melihat perkembangan terapi obat.

Berjalannya waktu pengobatan autoimun, beberapa kali saya diopname karena bronchopneunomia sehingga internist merujuk untuk bronkoskopi. Hasil bronkoskopi, paru-paru yang sering bronkhitis terjadi karena autoimunnya.

Ada dokter yang menyatakan kalau endometriosis berulang dan asthma adalah jenis dari autoimun juga. Kalau memang demikian berarti saya terkena 5 jenis autoimun.

Dalam Kondisi yang Tidak Selalu Fit

Saya tidak berhenti beraktivitas karena sejak remaja terbiasa sibuk dalam didikan keluarga militer.

Jadi sejak menikahpun saya terlibat dengan kegiatan lingkungan masyarakat seperti:

  1. Pengurus RT.
  2. Membantu kegiatan di PAUD.
  3. Ikut kepanitian seperti sunatan massal.
  4. Mengajar keterampilan secara gratis bagi yang membutuhkan dilanjutkan dengan menjadi relawan guru di SLB.
  5. Menjadi koordinator pengajian mesjid di komplek.
  6. Ikut perberdayaan kampung tertinggal di sekitar mesjid komplek.
  7. Ikut keanggotaan koperasi komunitas resto juga komunitas swalayan.
Kegiatan Ibu Nippy menjadi guru relawan di SLB
Ibu Nippy bersama murid – murid SLB sedang berlatih siaga gempa

Meski sangat senang berkegiatan, terkadang saya kelelahan dan menjadi sakit sehingga sering diopname & menjadi terpaksa istirahat dalam jangka waktu tertentu.

Saya tahu bahwa ada panduan yang harus saya jalankan sebagai penyandang autoimun yaitu berLDHS (Lima Dasar Hidup Sehat).

Dan ini belum sepenuhnya saya jalankan padahal efeknya sangat signifikan bagi teman-teman yang sudah menjalankannya secara menyeluruh.

Untuk poin ke 3, 4 dan 5 yaitu:

  • Pengendalian Stress.
  • Terus Belajar.
  • Hidup Positif sudah saya terapkan.

Namun point ke 1 dan 2 yaitu Gaya Hidup Sehat & Aktif Mandiri belum sepenuhnya. Untuk poin 1 menjaga kebersihan & periksa kesehatan berkala sudah tentu dilakukan namun belum sepenuhnya memilih makanan sehat.

Untuk poin 2 belum bisa berolahraga rutin setiap hari & belum menanam bahan pangan sendiri.

Kegiatan yang paling saya cintai saat ini adalah menjadi guru relawan di SLB yang sudah saya jalani lebih dari 12 tahun.

Melalui hari penuh rasa cinta dan gembira adalah bagian dari LDHS juga. Hal inilah yang menjaga saya tetap bersemangat, dan tentu saja bertekad untuk menyempurnakan penerapan LDHS, agar produktivitas meningkat.

Saya ingin berbuat lebih untuk murid-murid saya, dan juga masyarakat luas.

BACA JUGA : Kondisi Autoimunitas : Bukan Penyakit

Source by : www.aisurvivor.com