Saat ini jumlah sampah makanan yang dihasilkan di seluruh dunia telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Sudah saatnya masyarakat lebih peduli akan masalah ini.

Menurut data dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), jumlah sampah makanan di dunia adalah sepertiga dari total jumlah makanan yang diproduksi (sekitar 1,3 miliar ton).

Sampah makan tersebut terdiri dari:

  • 45% sayur dan buah
  • 35% ikan dan makanan laut
  • 30% sereal
  • 20% produk susu
  • 20% daging

Indonesia juga tak luput dari masalah sampah makanan. Beberapa fakta mengkhawatirkan mengenai sampah makanan di Indonesia meliputi:

  1. Sampah makanan yang dihasilkan sebesar 13 juta metrik ton per tahun.
  2. Jumlah sampah makanan yang dihasilkan ini dapat memberi makan lebih dari 28 juta orang, mencakupi jumlah penduduk miskin di Indonesia.
  3. Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi.
  4. Rata-rata setiap orang di Indonesia menghasilkan 300 kg sampah makanan per tahun. Ironisnya, Indonesia juga memiliki masalah gizi kronis yaitu stunting, wasting dan obesitas.  

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Perlu kita ketahui bagaimana dan dari mana sampah makanan ini dihasilkan. Bisa dibayangkan bahwa perjalanan suatu makanan membutuhkan sumber daya, tenaga, dan harga dari mulai produksi hingga makanan tersebut bisa sampai ke atas piring kita. Di setiap fase perjalanan itu pula terdapat sejumlah makanan yang terbuang.

Apakah yang menyebabkan makanan bisa terbuang saat fase produksi dan distribusi?

  1. Teknologi untuk peternakan dan pertanian di negara kita masih belum mumpuni sehingga banyak produk makanan yang gagal diproduksi.
  2. Kurangnya pengetahuan menyebabkan produk makanan yang telah dipanen rusak dalam proses distribusinya.
  3. Pasar menolak produk makanan tertentu karena tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Ternyata, sebelum sampai ke tangan konsumen, banyak makanan yang hilang atau dibuang begitu saja karena faktor-faktor di atas. Masalah ini dikenal dengan istilah food loss.

Food loss dapat disebabkan oleh besarnya kuantitas produksi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan dan teknologi yang memadai di masa produksi dan distribusi, sehingga kualitas dari produksi pangan tidak memenuhi standar atau bahkan rusak.

Lalu, apa yang terjadi saat produk makanan sampai ke konsumen?

  1. Belanja makanan tanpa perencanaan sehingga akhirnya menimbun makanan terlalu banyak dan menyebabkan makanan terbuang begitu saja karena sudah kedaluwarsa.
  2. Tidak memperhatikan cara penyimpanan produk makanan, sehingga makanan cepat busuk atau basi.
  3. Menyediakan makan dalam jumlah yang berlebihan tanpa menyadari kapasitas konsumsi diri sendiri, bisa jadi karena “lapar mata” atau hanya sekedar ingin makan “cantik” untuk diunggah di media sosial.
  4. Enggan untuk membawa pulang makanan yang belum dihabiskan saat membeli di restoran.

Faktor-faktor di atas menyebabkan masalah food waste yaitu ketika makanan yang masih segar atau layak untuk dikonsumsi terbuang di tangan konsumen atau disebabkan karena kelalaian konsumen yang tidak memperhatikan masa simpan dari suatu produk makanan.

Beberapa dari kita mungkin pernah atau bahkan sering menjadi bagian dari masalah ini.

Yang hilang dalam kondisi ini adalah rasa menghargai nilai dari makanan yang kita konsumsi, kita lupa mengenai nilai utama makanan yaitu sebagai pemenuh kebutuhan gizi manusia. Masih banyak yang menganggap bahwa makanan adalah sarana pemuas diri atau kemeriahan kegiatan konsumsi.

Seringkali hal ini dianggap sebagai sebuah keharusan sehingga nampaknya menyediakan makanan dalam jumlah berlebih adalah suatu hal yang wajar. Apabila anggapan ini terus berlanjut, masalah sampah makanan dapat menimbulkan masalah sosial dan lingkungan.

Apa saja dampak buruk dari sampah makanan?

  1. Tumpukan sampah makanan yang bercampur dengan sampah lainnya akan membusuk dan menghasilkan gas metana yang memiliki sifat mudah terbakar dan dapat meledak sewaktu-waktu. Bahkan disebutkan bahwa gas metana 20-30 kali lebih kuat mempengaruhi pemanasan global dibandingkan gas CO2.
  2. Setiap proses produksi-distribusi-konsumsi menghasilkan emisi gas CO2 yang berbahaya bagi lingkungan dan menyebabkan pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim.

Maka dari itu, kita perlu menyadari dan mulai bergerak melakukan hal sekecil apapun untuk menangani masalah sampah makanan.

Kita bisa mulai melakukan “makan bijak” dengan membiasakan menghabiskan apa yang ada di piring kita sampai tidak tersisa. Walaupun sederhana, gerakan mengurangi sampah makanan dimulai dari diri sendiri dapat berkontribusi besar untuk kesejahteraan manusia dan keselamatan lingkungan.

Kontribusi besar tersebut dapat mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. SDGs ditetapkan oleh Perserikataan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dibagi menjadi 17 kategori tujuan yang saling berkaitan.

Tujuan tersebut mencakup tantangan dunia yang sedang dihadapi saat ini, termasuk kemiskinan, ketidaksetaraan, perubahan iklim, degradasi lingkungan, kedamaian dan keadilan. Upaya yang dilakukan untuk memerangi sampah makanan dapat mendukung beberapa tujuan SDGs yaitu: Zero Hunger (nomor 2), nomor 12 Responsible Consumption and Production (nomor 12), dan Climate Change (nomor 13).

Kerjasama yang bersinergi dibutuhkan antara masyarakat, komunitas, dan pemerintah agar masalah sosial dan lingkungan dapat diatasi dengan baik.

Walaupun di Indonesia memang belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur tentang sampah makanan, namun terdapat UU No. 18 tahun 2008 yang mengatur mengenai Manajemen Sampah.

Didalamnya terdapat pernyataan yang mewajibkan kita sebagai warga negara untuk mengurangi sampah didukung dengan peraturan daerah yang berlaku. Selayaknya kita mematuhi regulasi tersebut salah satunya dengan membiasakan ‘makan bijak’ untuk mengurangi sampah makanan.

Besar harapan kita agar Indonesia menjadi negara yang masyarakatnya bijak dan menghargai nilai dari makanan. Peringkat kedua di dunia bukanlah suatu kebanggaan, namun hal ini bisa menjadi sebuah refleksi atau renungan bagi kita untuk bersama-sama memerangi masalah sampah makanan.

Komunitas Surplus Untuk Mengatasi Masalah Sampah Makanan

Untuk berkontribusi mewujudkan zero food waste bersama-sama, saat ini terdapat banyak komunitas yang bergerak untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai gerakan zero food waste, salah satunya adalah Komunitas Surplus.

Komunitas Surplus dapat menjadi wadah bagi anggotanya untuk mendapatkan informasi, berdiskusi, dan menjadi bagian dalam kegiatan pencegahan sampah makanan dan masalah lingkungan lainnya.

Selain itu, Komunitas Surplus memiliki beberapa kegiatan reguler yang diadakan setiap bulannya meliputi social experiment di Car Free Day (CFD) Jakarta, charity project, Surplus Talk di LIVE IG, dan Surplus Discussion di grup Whatsapp komunitas.

Selain itu, Komunitas Surplus juga ingin mengajak masyarakat untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalamannya melalui fitur Forum di Aplikasi Surplus.

Melalui fitur Forum ini, masyarakat bisa mendapatkan ilmu dan berbagi hal mengenai masalah sosial-lingkungan yang bisa disesuaikan dengan kategori yang tersedia. Mulai dari Spreading the Word, About Food Waste, Zero Waste Lifestyle, Recipes, dan Event. 

Pada Fitur ini juga terdapat kategori Food Sharing dan Non-food Sharing untuk saling berbagi makanan berlebih dan barang-barang layak pakai yang sudah tidak digunakan antara sesama user supaya tidak ada makanan atau barang yang tersia-siakan.

Bagi yang ingin bergabung di Komunitas Surplus bisa mengunjungi Instagram @komunitas.surplus atau melalui www.surplus.id/gabung-komunitas. Anggota komunitas dapat bergabung di grup WhatsApp Komunitas Surplus sebagai platform untuk terhubung dengan anggota lainnya dan berdiskusi bersama.

“Respect for food is a respect for life, for what we are and what we do” –Thomas Keller-

BACA JUGA: Bereskan Masalah Sampah Mulai Dari Rumah Tangga