Kita bisa mengadopsi slow fashion, konsep yang berseberangan dengan fast fashion, untuk mengambil bagian dalam perbaikan lingkungan.

Apa yang dimaksud Slow Fashion?

Slow fashion bukanlah konsep baru, inilah konsep logis membeli barang yang kita kenal sejak dulu, yaitu membeli barang kualitasnya bagus supaya awet dipakai, bukannya sering membeli barang karena kita tahu barang tersebut akan cepat rusak.

Rata-rata konsumen sekarang membeli 60% lebih banyak pakaian daripada yang mereka lakukan 15 tahun yang lalu. Secara global, sekitar 56 juta ton pakaian dibeli setiap tahun, dan ini diperkirakan akan meningkat menjadi 93 juta ton pada tahun 2030 dan 160 juta ton pada tahun 2050.

Desainer asal Inggris, Viviene Westwood melihat pola konsumsi fast fashion sebagai cara berpikir yang ‘sakit’.“Buy less, choose well, and make it last,” begitu katanya.

Berkebalikan dengan fast fashion, dalam Slow fashion produsen pakaian memproduksi pakaian memakai bahan berkualitas dengan tujuan agar pakaian itu bisa dipakai dalam waktu lama, dan dalam proses pembuatannya, produsen juga memperhatikan lingkungan.

Ciri Khas Produk Slow Fashion 

Beberapa karakteristik khas produk slow fashion yang membedakannya dengan produk yang dilahirkan dengan konsep fast fashion, yaitu:

  • Diproduksi dari bahan berkualitas yang tahan lama

  • Tidak mengikuti tren, pakaian tidak diproduksi sesuai dengan musim yang berganti

  • Dapat didaur ulang

  • Jumlah produksi terbatas

  • Model yang dikeluarkan terbatas

  • Mengimplementasikan desain zero waste cutting

Inisiatif Slow Fashion hadir dari Kate Fletcher, seorang aktivis yang fokus di bidang fashion yang berhasil mempopulerkan Slow Fashion sebagai sebuah gerakan global.

Dukungan masyarakat terhadap Slow Fashion mendorong tumbuhnya perusahaan fashion yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan pada saat yang sama memberi tekanan bagi para pelaku fast fashion untuk menawarkan alternatif yang lebih baik.

Beberapa brand slow fashion yang dikenal adalah Patagonia, Pact, Kotn dan masih banyak lagi. Sejumlah desainer papan atas juga mengadopsi dan mempromosikan gerakan ini seperti Stella McCartney, Vivienne Westwood, Bethany Williams, Dries Van Noten, Alice Early.

Lalu Bagaimana Cara Kita Mendukung Gerakan Slow Fashion?

1. Utamakan Memakai Pakaian yang Dimiliki

Pakaian paling sustainable adalah pakaian yang sekarang ada di lemari kamu, meskipun katakanlah terselip baju yang kamu beli dari brand  fast fashion di sini dan sana. Gunakanlah sampai pakaian-pakaian itu benar-benar mencapai kondisi maksimalnya sebelum kamu membeli yang baru hanya karena kamu merasa “Enggak ada baju”. Untuk membuatnya seru, coba jadikan ini challenge yang bukan hanya membantu lingkungan tapi juga menghemat pengeluaran.

2. Tukar Baju

Awalnya marak di luar negeri, kini sistem tukar baju juga mulai bermunculan di Indonesia. Salah satu organisasi yang begerak di bidang ini adalah Fashion Revolution Indonesia. Kamu bisa datang membawa baju ke lokasi mereka di daerah Cikini, Jakarta, dan menukarkannya dengan baju-baju yang ada di sana.

Event tukar baju terdekat akan diadakan oleh Paprika Living di acara Eco Love Affair pada 26 dan 27 November 2022 di Kota Kasablanka. Di sini kamu tidak hanya bisa tukar baju tapi juga tukar buku!

Lihat informasi lebih detailnya di sini

3. Beli Barang Preloved

Kalau harus beli baju baru, dibandingkan langsung ke toko, coba mampir dulu ke toko-toko yang menjual barang-barang preloved atau secondhand. Barang bekas mungkin punya konotasi buruk, tapi lagi-lagi itu tergantung mindset, dan kondisi barangnya.

Selama barangnya berfungsi dengan baik (dalam konteks fashion, berarti bisa dipakai dengan baik) baru atau bekas semestinya tidak lagi mengganggu pikiran. Tidak jarang, lho orang punya baju atau tas favorit karena dia berburu di thrift shop, bukan di toko biasa.

Saat ini mudah untuk menemukan toko, baik offline ataupun online yang menjual pakaian secondhand. Meski begitu tidak semuanya menarik untuk ditelusuri.

Beli baju terdengar sebagai kegiatan biasa, tapi ternyata tidak sesederhana itu, lho! Sadarkah kamu kalau keputusan kamu untuk membeli barang dari brand X dan bukan Y adalah voting kamu untuk mendukung brand X dan menolak yang lain.

Yuk, kita gunakan daya beli kita untuk mendukung produsen yang lebih peduli akan hidup keberkelanjutan.

BACA JUGA: Mengubah Sampah Jadi Aksesori, Bisa Banget!