Dengan semangat mendukung gerakan minim sampah, Paprika Living mengadakan workshop “Go Green with Furoshiki” bersama Arumsari W.Nugroho, April silam di Jakarta. Workshop ini bukan hanya membantu kita untuk mengurangi sampah, tapi juga menambah keterampilan, yaitu membentuk sehelai kain menjadi tas atau pembungkus kado yang berseni dan ramli (ramah lingkungan).

“Furoshiki itu pada dasarnya seni membuntal dengan kain,”ungkap Arum membuka pertemuan siang itu. “Tapi secara harafiah dari Bahasa Jepang, Furo artinya mandi dan Shiki artinya menghampar. Saat itu di Jepang tidak ada kamar mandi di rumah. Jadi untuk mandi di luar, mereka harus bawa perlengkapan mandi, seperti sabun, baju ganti, menggunakan kain lalu dibungkus.”

Teknik Membuntal juga dikenal di Indonesia

Di Indonesia, tambah Arum, kita juga sebenarnya sudah “mengenal” Furoshiki. Kita biasa menyebutnya buntelan. “Dulu kita lihat mbok-mbok jual jamu menggendong keranjangnya dengan kain yang dibuat ikatan. Anak bayi dibedong, maling yang bawa buntelan ya itu termasuk bentuk-bentuk Furoshiki. Hanya bedanya, di Jepang teknik ini dijadikan sebuah seni,”jelasnya.

Meski begitu, Furoshiki sempat tenggelam di Jepang, hingga antara 2009 – 2010 naik lagi ke permukaan, salah satunya karena munculnya kesadaran orang untuk lebih ramah lingkungan, ingin mengurangi pemakaian plastik bahkan kertas.

Arum sendiri mengenal Furoshiki di tempatnya bekerja, yaitu Japan Foundation. Kepada mereka yang ingin mengenal Jepang lebih dekat. Pada 2010 ia mendalami seni ini dari guru Furoshiki yang saat itu datang dari Jepang. Sejak itu ia menekuninya sampai sekarang, berarti kurang lebih 9 tahun. Tak heran di workshop ini kita melihat jari-jari Arum bergerak begitu lincah menciptakan beragam simpul dan membuat kegiatan bungkus membungkus ini kelihatan begitu mudah.

Arum membagikan langkah-langkah membungkus benda berupa botol seperti wine
Hadiah berbentuk botol terlihat cantik, berkelas, dan minim sampah

Simpul, Kunci Menguasai Furoshiki

Dasar untuk bisa melakukan Furoshiki adalah simpul. Arum berpesan ada dua simpul mendasar yang harus dikuasai, yaitu simpul biasa atau Hitotsumusubi dan simpul yang terdiri dari dua ujung atau Mamusubi.

“Kalau sudah dilakukan dengan benar, simpul ini akan mudah dilepas dan kuat untuk membawa barang yang ringan, berat, ataupun yang besar sekalipun seperti televisi. Tapi kalau membuat simpul yang salah, kain akan gampang terlepas, bisa juga jadi simpul mati dan sulit dilepas,”Ujar Arum.

Para peserta menguasai dasar-dasar simpul
Ini dia penampakan bahan Furoshiki Jepang. Teksturnya mirip jeruk purut.

Idealnya kain pembungkus yang dipakai adalah kain Furoshiki khas Jepang

Kain Furoshiki khas Jepang ukurannya kotak, teksturnya agak seperti jeruk purut dan bahannya lemas (tidak kaku). Sayangnya di Indonesia menurut Arum sulit sekali mencari kain Furoshiki asli Jepang. Kalau pun ada harganya pun terbilang lumayan, bisa mencapai 200-500 ribuan sehelainya.

Meski begitu tentu saja kita bisa menggunakan bahan kain yang ada. Arum sendiri senang menggunakan kain Batik ketika membagikan ilmunya. “Yang penting kain tidak terlalu tipis, karena bisa gampang sobek kalau dipakai membawa barang berat,”pesannya.

Hari itu peserta membawa pulang 8 teknik Furoshiki dasar yang bisa dipakai untuk “menyulap” sehelai kain menjadi tas belanja dan pengganti kertas kado ketika kita ingin memberikan hadiah seperti buku, makanan, minuman di botol, dan lain sebagainya. Hasilnya? Hadiah kita tampak menggemaskan dan minim sampah!

BACA JUGA: Minimalis, Solusi Hidup Lebih Sehat dan Tenang