Sudah seharusnya kita sadari kalau rutinitas yang kita lakukan sehari-hari bisa berdampak pada lingkungan. Hidup yang bertanggung jawab tidak hanya menikmati sekarang tetapi juga memikirkan nanti.

Hal inilah yang menjadi alasan Nadine Maura Ikhsani dan lima temannya (Razqivalia Primanandri Auditya, Kamilia Nadira Dewanto, Anisa Ramadina, Faya Daffani Awinatama, dan Dian Putri Pradana) saat membuat Kaia, bioplastik yang ramah lingkungan.

“Kami terhitung sering mengunjungi cafe dan resto di Bandung. Dan seketika sadar, ada banyak orang yang juga hobi nongkrong di café, sampah-sampahnya lari kemana? Dari sinilah kami berpikir untuk membuat produk kemasan ramah lingkungan,” jelas Nadine.

Setelah menemukan ide, keenam mahasiswi Bandung tersebut berkonsultasi lebih lanjut ke pihak yang lebih profesional di bidang material. Diskusi bergulir dan akhirnya tepat Septemer 2018 lalu Nadine dan teman-teman meluncurkan produk Kaia.

Kaia berarti “bumi” dalam bahasa Yunani. Dari awal pemilihan nama Kaia diberikan untuk mengingatkan tim Kaia dan customer kalau penggunaan produk ini tidak lain untuk kelangsungan bumi.

BACA JUGA: Resep: Sabun dari Minyak Jelantah

“Masalah plastik adalah isu yang urgent saat ini, maka kami berupaya mencari solusi untuk problem ini. Salah satunya adalah mendirikan Kaia. Kami percaya bahwa perubahan sekecil apapun nantinya akan memberikan dampak, dan harus dimulai sekarang,” tambah Nadine lagi.

Sampai saat ini, Kaia sudah memasarkan dua jenis produk eco friendly; gelas dan sedotan yang berbahan dasar jagung. Walaupun belum setahun, namun Kaia sudah menjaring lebih kurang 25 pemilik bisnis restoran di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Bali, dan ada juga yang di Kalimantan.

Sampai saat ini Kaia menyediakan produk cup dan sedotan.

Beberapa nama tersebut adalah Filosofi Kopi, Turning Point, Mom’s Bakery Bandung, Pigeonhole, Walking Drums, Stuja Coffee, Selatan Jakarta, dan Los Tropis. “Kurang lebih 60% dari mereka sudah melakukan pembelian ulang, ada juga beberapa yang baru melakukan sekali pembelian, dan ada yang sudah kontrak untuk jangka waktu tertentu,” imbuhnya.

Selain menyasar bisnis, Kaia juga membuka transaksi pembelian langsung ke customer. Adanya ketertarikan pembelian roduk kemasan eco friendly, baik dari pemilik restoran maupun customer individual, dinilai Nadine sudah menunjukkan kesadaran kalau kerusakan lingkungan adalah tanggung jawab bersama.

“Tren bukanlah sesuatu yang selalu buruk, harusnya bisa menjadi kesempatan untuk para pelaku bisnis eco living untuk melakukan edukasi lanjutan selagi konsumen sedang tertarik-tertariknya. Gunakan approach yang menarik dalam penyampaian materinya,” Nadine berkomentar.

Butuh Home Composting

Plastik merupakan bahan dasar dari banyak sekali alat yang digunakan manusia. Kesadaran akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya yang masih minim, membuat hampir semua sampah plastik sekali pakai berakhir di laut.

Tidak hanya berbahaya bagi ekosistem laut, plastik yang gagal terurai dan menyublim menjadi mikroplastik pada akhirnya akan membahayakan manusianya sendiri. Saat kita mengonsumsi makanan laut yang mengandung mikroplastik.

BACA JUGA: Mengubah Sampah Jadi Aksesori, Bisa Banget!

Produk Kaia terbuat dari kulit jagung yang dikenal juga dengan Polylactic Acid (PLA).  Metrial ini membuat sedotan dan gelas dapat terurai sepenuhnya dalam waktu 3-6 bulan.

PLA memiliki fungsi yang sama dengan sedotan plastik biasa, yaitu disposable (sekali buang), namun keunggulannya, PLA dapat terurai dalam waktu 6 bulan di composting facility atau home composting.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Kaia Eco-Friendly. (@kaia.eco) on

PLA juga dapat mencair jika direndam di air panas 40 derajat keatas, maka PLA tidak bisa digunakan di air panas. Produk Kaia juga telah memiliki sertifikasi dari Biodegradable Product Institute (BPI), tersertifikasi ASTM D6400 dan ASTM D6868, dan application of natural material for food contact.

PLA membutuhkan fasilitas home composting untuk bisa terurai sempurna. Produk PLA memerlukan kondisi tertentu untuk pengomposan yang mencakup temperatur panas (60 0C), kelembapan, dan udara yang sesuai. Harus diakui, tempat pembuangan sampah konvensional seperti landfill tidak memenuhi kondisi yang dibutuhkan ini.

Lantas, apakah produk ini jadi jawaban atau tantangan baru? Lebih jelasnya ada di pilihan masing-masing konsumen.

BACA JUGA: Berkenalan dengan Ecorasa, Kemasan Makanan Yang Lebih Ramah Lingkungan