No-Trash Triangle Initiative, dalam kemitraan dengan CleanHub dan Pemulihan Plastik: Darat dan Laut (PRLS) mengumumkan perluasan program pengelolaan sampah mereka di seluruh kepulauan Sulawesi Utara, Indonesia.

Berdiri pada tahun 2017 di Pulau Bangka, inisiatif ini merintis model pengumpulan dan daur ulang sampah inovatif yang bertujuan untuk membuktikan bahwa polusi sampah plastik dapat dihentikan dari sumbernya.

Setelah melewati uji coba yang sukses, initiatif ini kemudian bekerjasama dengan sejumlah organisasi dan resort wisata di seluruh wilayah tersebut, untuk memperluas model pemulihan sampah plastik dan secara drastis mengurangi jumlah plastik yang masuk ke laut Sulawesi Utara.

Inisiatif ini dimulai di Pulau Bangka, Minahasa Utara yang terletak di pusat Segitiga Terumbu Karang – lingkungan laut dengan keanekaragaman hayati yang paling beragam.

Segitiga terumbu karang atau coral triangle adalah sebutan untuk wilayah geografis perairan seluas lebih dari 6.500.000 km², yang menjadi rumah dari 600 spesies terumbu karang dan meliputi 76% semua spesies terumbu karang yang ada di dunia.

Kawasan segitiga karang meliputi IndonesiaMalaysiaPapua NuginiFilipinaKepulauan Solomon dan Timor Leste.

Pulau Bangka adalah salah satu tujuan menyelam dan snorkeling terbaik, dikelilingi oleh terumbu karang warna-warni yang penuh dengan kehidupan laut. Namun, seperti banyak kasus yang terjadi di pulau tropis kecil lainnya, wilayah ini sedang berada di bawah ancaman polusi perairan dan sampah plastik laut. Dalam satu dekade terakhir, jumlah terumbu karang yang sehat telah berkurang sebesar 14%, tapi untungnya masih hanya sedikit yang terdampak oleh pemutihan karang di habitat Sulawesi Utara. Sampah plastik menghalangi oksigen dan cahaya matahari, sehingga menghancurkan komunitas terumbu karang kuno secara fisik, dan pada akhirnya berdampak pada seluruh ekosistem.

Bagian dari masalah adalah tidak tersedianya infrastruktur memadai untuk pengelolaan sampah masyarakat di Segitiga Terumbu Karang, seperti tidak adanya alternatif lain selain membakar atau membuang sampah ke laut. Pada saat program Inisiatif No-trash Triangle diperluas, masyarakat dan bisnis lokal akan dilengkapi dengan alat yang mereka butuhkan untuk mengelola sampah plastik secara berkelanjutan.

Sampah plastik mengancam kehidupan laut
Sampah di pantai di Pulau Bangka, Minahasa Utara. Foto: NTTI
Indahnya kehidupan bawah laut di Pulau Bangka. Foto: Falbio Galbiati
Pengangkutan sampah dari pulau ke daratan. Foto: NTII

Melalui kerja sama dengan Amelia Tungka dari CV Daur Sinar Gemilang di Manado, inisiatif ini membangun jalur transportasi dan jaringan proses yang mengumpulkan sampah dari berbagai pulau dan membawanya ke pulau utama Sulawesi Utara. Dari sini, sejumlah sampah yang dapat didaur ulang diproses baik secara lokal atau dikirim ke pulau Jawa. Uang yang dihasilkan dari daur ulang plastik akan diinvestasikan kembali ke jaringan ini untuk membayar transportasi dan biaya lainnya, sehingga menciptakan model yang layak.

Amelia Tungka mengatakan, “Kami telah membangun model menggunakan jaringan lokal dan bekerja dengan komunitas lokal untuk mengubah perilaku dan mengembangkan akuntabilitas. Sebagai pemilik bisnis lokal, saya tahu betapa sulitnya mengelola sampah plastik dengan benar. Inisiatif No-trash Triangle ingin mengubah ini dan membuat perbedaan nyata yang dapat bertahan lama.”

Sebelumnya, sampah yang tidak dapat didaur ulang harus dikirim ke TPA di Manado. Namun dengan adanya kerjasama dengan CleanHub, plastik bernilai rendah, yang secara tradisional didefinisikan sebagai “tidak dapat didaur ulang”, dapat dikirim ke pabrik co-processing untuk diubah menjadi Bahan Bakar dan Bahan Baku Alternatif. Selain itu, penggunaan plastik dalam produksi semen sebagai sumber energi, menjadikan solusi ini lebih ramah lingkungan bagi industri semen dan juga menghindari sampah plastik untuk dibakar di lingkungan terbuka atau berakhir di TPA.

Pemanfaatan sampah plastik menjadi sumber bahan bakar adalah langkah pertama menuju lebih banyak sirkularitas bagi sampah plastik yang bernilai rendah. Ketika kapasitas daur ulang kimia di Indonesia diperluas, para mitra proyek akan menambah pasar plastik yang berkualitas rendah dengan daur ulang kimia ini sebagai bahan baku materi baru. Pada setiap langkah, mulai dari pengumpulan sampah plastik hingga pemulihan, CleanHub menyediakan aplikasi untuk memastikan keterlacakan rantai nilai pemulihan.

Sebagai dukungan teknis, inisiatif No-trash Triangle menggunakan alat genggam berbasis teknologi sensor optik. Perangkat keras dan aplikasi alat ini dikembangkan oleh anak perusahaan BASF, trinamiX, yang akan memungkinkan inistiaf No-trash Triangle untuk mengidentifikasi dan memilah aliran sampah plastik di lokasi dengan cepat.

Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi inovatif serta dengan bekerja sama dengan bisnis lokal, komunitas, dan LSM ahli, inisiatif No-trash Triangle akan terus meluncurkan model ini di seluruh wilayah.

Semoga inisiatif ini terus menyebar dan membawa kebaikan untuk lingkungan kita!

BACA JUGA :Apakah Sunscreen Kamu Merusak Terumbu Karang? Coba Cek Kandungannya!