Bagi sebagian orang, ekonomi sirkular dipahami sebagai istilah lain yang sudah dikenal masyarakat seperti daur ulang, nol limbah, atau membuat sesuatu yang berguna dari limbah.

Ada juga yang melihat bahwa ekonomi sirkular adalah bentuk daur ulang atau pengelolaan limbah yang lebih baik. Kesalahpahaman ini umumnya terjadi ketika kita hanya fokus ke detail soal material yang dipakai. Padahal, kalau memang seperti itu, apakah kita benar-benar perlu istilah baru (dalam hal ini “ekonomi sirkular”) kalau yang  dibicarakan hanyalah pemulihan material?

Pemahaman ini tentulah tidak lengkap, dan membuat kita kehilangan aspek paling penting dari ekonomi sirkular dan potensinya untuk mengubah cara kerja ekonomi kita.

Daur ulang dapat menjadi bagian dari ekonomi sirkular, namun bukan satu-satunya. Faktanya, ekonomi sirkular adalah tentang merancang sistem yang efektif, tentang melihat cara dunia benar-benar bekerja; yaitu suatu sistem yang dinamis dan kompleks.

Beda Tahap Daur Ulang dan Ekonomi Sirkular 

Daur ulang dimulai di akhir – tahap pembuangan dari siklus hidup sebuah produk. Sebaliknya, ekonomi sirkular, ada di awal untuk mencegah terciptanya limbah dan polusi. Dalam menghadapi tantangan lingkungan saat ini, daur ulang bukanlah langkah utama yang disarankan untuk mengatasi limbah bahkan tidak akan cukup mengingat banyaknya limbah yang kita hasilkan.

Dalam siklus ekonomi sirkular yang dibangun dengan benar, kita justru harus lebih fokus pada menghindari tahap daur ulang dengan cara apa pun, karena mencegah pemborosan sejak awal adalah strategi realistis, meski mungkin lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Dalam ekonomi sirkular, sejak awal produk dan bahan dirancang untuk bisa digunakan kembali, diperbaiki, dan diproduksi ulang. Ini adalah konsekuensi dari keputusan yang dibuat pada tahap desain yang menentukan sekitar 80% dari dampak lingkungan. Sehingga ekonomi sirkular menantang kita untuk melihat limbah dan polusi sebagai hasil dari desain yang cacat.

Bukan Hanya Soal Daur Ulang 

Ekonomi sirkular bukan hanya tentang menggunakan bahan daur ulang, tulis Diana den Held, Ahli strategi Ekonomi Sirkular dan dosen di Rotterdam School of Management, Erasmus University (RSM), dalam blog yang ditulisnya di Week of the Circular Economy.

Ekonomi Sirkular adalah menggunakan kembali sumber daya di akhir penggunaan. Konsep ini adalah alternatif dari ekonomi linier, yaitu produk diciptakan dari bahan mentah yang diekstraksi dari bumi, digunakan dan dibuang ketika pengguna sudah selesai dengan produk tersebut.

Jadi jelas, jika sebuah perusahaan membuat produk dari material yang berbahaya, maka yang mereka akan mendaur ulang bahan-bahan berbahaya. Sehingga tentu menggunakan bahan berbahaya jadi tidak masuk akal. Misalnya saja, apakah masuk akal untuk mendaurulang bahan yang diketahui dapat meningkatkan risiko anak terkena asma, seperti karpet dari PVC daur ulang? Atau menggunakan kembali bahan yang diketahui mengiritasi kulit kita, seperti natrium lauril sulfat?

Namun, tentunya banyak perusahaan yang mengaku menggunakan prinsip Circular Economy namun tidak benar-benar melakukannya.

Menurut sebuah studi, banyak perusahan yang mengklaim mereka melakukan ekonomi sirkular dengan hanya menekankan manfaat finansial sementara menyederhanakan manfaat atau dampak produknya terhadap lingkungan. Misalnya sebuah perusahaan yang menerapkan model bisnis menjual layanan atau penggunaan (pay-per-use) bukan kepemilikan (buy-and-own). Mereka tidak melihat tentang produknya sendiri atau dampak positif atau negatifnya terhadap orang atau lingkungan.

Contohnya bisnis penyewaan baju. Seolah-olah karena bajunya dipakai berulang kali (dibanding beli baru) maka bisnis ini sudah bisa diumumkan sebagai bisnis yang menganut prinsip ekonomi sirkular. Padahal di luar itu banyak aspek yang dipertanyakan, seperti material bajunya, transportasi antar jemput bajunya, perawatan atau pencucian bajunya.

People, Profit, Planet

Pada akirnya, bisnis yang ideal sejatinya memikirkan ketiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu manusia, planet, dan laba, seperti yang tercantum di bagian akhir definisi Ekonomi Sirkular yang disarankan Kirchherr, Reike dan Hekkert: “Ekonomi Sirkular menggambarkan sistem ekonomi (…) dengan tujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, yang berarti menciptakan manfaat sosial, lingkungan, dan ekonomi bagi generasi sekarang dan mendatang.”

BACA JUGA: Layanan Sewa Pakaian Tidak Sehijau Yang Kamu Pikirkan

BACA JUGA: Pelanggan Senang, Bumi Tenang