Beberapa waktu lalu di Twitter sempat ramai soal postingan dari akun seorang perempuan yang kelihatannya frustrasi soal sendok yang datang bersama makanan yang diorder.

Masalahnya, mbak ini bilang kalau dia bukan hanya menulis di notes aja, tapi dia juga sudah DM sampai menelpon tempat makannya, untuk memastikan kalau dia tidak mau sendok. Tapi akhirnya, pesenannya datang bersama sendoknya.

Wajarlah kalau mbaknya kesal.

Sudah barang tentu tidak semua orang bisa mengerti dan banyak yang merasa perlu menyampaikan pendapatnya. Bukannya menyoroti soal sampah dan lingkungan, komen-komennya malah membahas hal-hal yang tidak esensial, seperti cara mbaknya menulis pesan, mbaknya berlebihan, sampai komentar pedas paling malas: “Dasar SJW…”

Saya termasuk yang bisa mengerti kekesalannya, karena kejadian ini juga sering saya alami. Iya, kalau sendoknya satu. Kalau kita lagi pesan banyak untuk di kantor atau keluarga? Ada juga lho, resto yang perlengkapannya bukan hanya sendok, tapi juga sumpit, tisue, saos, tusuk gigi dan semuanya dimasukin ke dalam plastik berbeda lagi.

tanpa sendok twitter

bubur ayam sendok plastik
Akhirnya pesanan datang juga… dengan sendok. Foto:@dianparamita

Ribet Banget… Kan Bisa Ke Bank Sampah?

Beberapa usulan juga keluar dari orang-orang yang tampaknya (mungkin saya sok tahu) belum pernah menjalankan usulan itu sendiri, yaitu: “kan bisa dikirim ke bank sampah?”

Kepada orang-orang itu, saya ingin sekali bertanya di bank sampah mana dia terdaftar, atau apakah bahkan dia pernah menyetor sendok plastiknya ke bank sampah? Dan satu lagi pertanyaan tambahan: Memangnya di rumah atau kantor kamu enggak ada banget sendok yang bisa dipakai?

Bank sampah itu konsep yang keren, sayangnya belum tentu semua orang punya akses ke sana. Di dekat rumah saya, contohnya, ada plang bank sampah terpampang besar-besar. Tapi aktivitasnya tidak pernah ada.

Saya memang menemukan bank sampah di daerah lain, tapi saya harus naik mobil sekitar 20 menit. Dan setelah beberapa waktu, saya berhenti menyetor, karena untuk membuang sampah sekarung, saya perlu mengeluarkan bensin, energi, dan waktu yang tidak setimpal.

Jadi kenapa buat saya “membuang” sendok plastik ke bank sampah bukan ide yang bagus? Karena menurut saya, lebih bagus kalau resto tidak usah kasih sendok kalau tidak diminta. Dengan begitu konsumen tidak mengurus sampah yang tidak diminta, restonya juga bisa berhemat (baca: mengurangi harga. Ya kali aja itu sendok beneran gratis, tentu saja biayanya sudah ditambahkan ke harga jual).

Coba kalau ada pilihan begini: jika tidak pakai alat makan dan saos sachet, harga makanan kamu jadi berkurang. Meskipun menghematnya recehan, akankah kamu masih mau minta alat makan? ( dan setelahnya ke bank sampah?)

Menambah Nilai Pelayanan Atau Menambah Sampah?

Untuk mengatasi hal ini, pengusaha kuliner yang punya pikiran lebih maju sebenarnya bisa mengambil peran, yaitu menerapkan kebijakan “Kalau diminta”. Artinya? Kalau tidak ada permintaan, tidak perlu diberikan. Tidak perlu kasih alat makan kalau tidak diminta, atau kasih saos sachet kalau tidak diminta.

Saos sachet ini juga jadi masalah lain. Kalau makan di tempat aja kita ditanya mau pedes apa enggak, kenapa kalau delivery kita tidak dikasih pilihan juga? Itu sama aja kayak kita pesen mie ayam dan abangnya nanya “Pakai sambal gak, mbak/mas?”

Tidak ada susahnya.

Di aplikasi online, ada toko yang punya tambahan pertanyaan untuk diisi seperti makanannya dihangatkan atau tidak, mau tambah toping apa aja, segala macam es ditanya mau dikurangin atau ditambahin. Tapi yang standar seperti saos, suka gak suka, ya dikasih aja.

 

Sambal sachet
Koleksi” sampah sambal sachet di rumah. Foto: PaprikaLiving

Di rumah saya, tidak ada seorang pun yang suka makan saos. Jadi di rumah, ada banyak saos sachet. Mau dibuang ga tega, kalau enggak dibuang, numpuk terus, siapa yang mau makan? Jadi apa yang dipikir resto sebagai kasih condiment cuma-cuma, buat saya, itu sampah.

Perubahan iklim, Perubahan Perilaku

Ada saatnya dulu, orang memberi kantong plastik adalah bagian dari pelayanan. Bahkan untuk barang yang bisa masuk ke kantong baju, kita disodori kantong plastik. Lalu ketika kita menolak, ada aja yang mikir mungkin kita takut keluar uang. “Gratis, kok,” begitu biasanya kata orang toko sambil menawarkan kantong kresek seperti sedang berbaik hati.

Tapi sekarang? Kita biasa saja kalau tidak dikasih kantong plastik, sudah lama banyak mesin ATM yang tidak mengeluarkan struk lagi, banyak bank mengirim e-billing, toko-toko mengirim bukti belanja lewat email (yang saya tahu ace hardware. Good job, ace hardware!) dan masih banyak contoh lainnya.

atm tidak mencetak struk
ATM yang tidak mencetak struk lagi. Foto: PaprikaLiving

Apa yang tadinya dilihat sebagai nilai tambah, untuk banyak orang kini adalah sampah. Toko atau usaha yang belum berubah, terlihat sebagai usaha yang belum melek lingkungan. Ketinggalan jaman.

Itu makanya saya lebih suka pakai aplikasi Grabfood kalau pesan makanan, karena mereka kasih pilihan kamu mau alat makan atau tidak. Perbedaan yang amat kecil dibanding sama aplikasi sebelah, tapi fitur ini berhasil memenangkan saya, setiap kali. (Ini bukan endorsement, ya. Saya tidak dibayar.)

Jadi kalau ada alat makan di rumah, kenapa tidak pakai saja? Banyak alasan yang saya dengar karena malas nyuci sendok. Mencuci sendok tidak sampai satu menit. Lagipula apa yang membuat kamu berpikir sendok plastik lebih bersih daripada sendok yang kamu cuci sendiri?

Balik lagi ke postingan soal sendok di Twitter. Menurut saya, itu bukan soal masalah melek lingkungan atau tidak. Itu sesederhana restonya saja yang tidak baca.

Saya hanya percaya, pada umumnya orang memang tidak mau baca dengan teliti, kecuali diminta. Berapa kali, misalnya, kamu lihat ada tanda  “Jangan buang sampah di sini ” dari yang versi sopan sampai kasar, dan tetap saja di sekitarnya ada sampah berceceran? Di aplikasi, orang sering kebingungan mencari tombol, padahal ada di depan mata.

Yah, soal membaca memang soal lain. Dan itu kan menurut saya, apa yang benar-benar terjadi dengan si resto bisa sampai begitu, saya tentu tidak tahu.

Poin saya, daripada nge-bully si mbak dengan permintaannya yang sederhana yang akhirnya tidak dia dapat juga, yuk kita ubah cara pandang kita. Iklim saja sudah berubah, masa perilaku kita gini-gini aja?

 

BACA JUGA: 9 Cara Menuju Hidup Minim Sampah