Seperti makanan, minat masyarakat terhadap produk perawatan kulit yang memakai bahan-bahan alami juga kian bertumbuh.

Beragam produsen kosmetik dan perawatan kulit pun menangkap pergeseran ini dengan menciptakan produk yang mengandung bahan natural yang diklaim lebih sehat dan aman.

Meski begitu, sebagai konsumen yang baik kita tetap harus mencermati apakah klaim produk-produk tersebut benar adanya atau tak lebih dari sekadar strategi marketing.

  • Salah satu caranya adalah mengetahui cara membaca dan memahami bahan baku pada label produk perawatan kulit.

Pentingnya Konsumen Dalam Memahami Label pada Produk Skin Care

Dalam diskusi yang digelar Komunitas Organik Indonesia, Juni Silam, Gina Priadini menjelaskan tentang pentingnya konsumen untuk memahami label yang ada pada produk skincare.

Gina adalah penggiat Indonesia Natural Skincare Society (INSS), sebuah asosiasi yang mewadahi para produsen produk skincare alami di Indonesia. Ia juga merupakan Advance diploma Graduate dari Formula Botanica.

Gina mengatakan bahwa terminologi natural dan organik pada produk perawatan kulit belum diregulasi secara optimal oleh pemerintah Indonesia.

Maka penyalahgunaan penggunaan label natural ini menjadi jadi dan bias, antara produk natural sungguhan dan produk yang hanya menggunakan sebagian kecil bahan baku natural.

Indonesia Natural Skincare Society (INSS) mengatur kategori natural dengan mengacu pada standar Ecocert (organisasi sertifikasi organik).

  • Produk dikategorikan natural jika memakai  bahan baku natural di atas 50%.

Jika pada label tercatat bahan sintetis muncul di bagian awal penamaan dan bahan baku natural di bagian akhir, maka produk tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai produk natural.

Indonesia Natural Skincare Society sendiri mengatur bahwa label organik adalah produk dengan bahan baku natural lebih dari 95% dan 10% diantaranya tersertifikasi organik.

Yang perlu kita perhatikan adalah

Pemahaman terhadap cara membaca label dan bahan-bahan yang digunakan, karena bahan yang umum digunakan belum tentu baik, seperti;

  • phthalates (pada household dan bathing products),
  • formaldehyde (nail polish, hair gel, color cosmetic),
  • petroleum atau mineral oil (pada moisturizer dan lip care),
  • asbestos (talc atau hydrous magnesium silicate),
  • acetate (hair dye and lipstick),
  • coal tar,
  • PEG derived.

Jika ingin lebih dalam memahami bahan-bahan yang digunakan, Anda dapat melihat katalog International Nomenclature of Cosmetic Ingredients (INCI) di www.cir-safety.org.

Salah satu bahan yang sering menjadi perbincangan  adalah paraben. Bahan ini banyak digunakan sebagai pengawet pada produk kosmetik.

Penggunaannya masih menjadi kontroversi karena di satu sisi banyak yang mengkategorikannya sebagai bahan yang tidak aman, sementara di sisi lain badan seperti BPOM Indonesia tidak (atau belum) melarang penggunaannya.

“Tapi banyak produsen natural skincare sudah mengganti paraben dengan alternatif yang ecocert compliance atau natural approved.

Semakin ke sini natural skincare semakin booming karena bahan baku sintetis yang pada jaman revolusi industri dulu dianggap ekonomis ternyata memberi dampak negatif untuk kesehatan,” ungkapnya.

Jika ingin bahan yang lebih aman, Gina menyarakan untuk belajar membuat produk perawatan kulit sendiri.

Skincare is like food, you can make it from your kitchen. Misalnya untuk moisturizer, bisa pakai botanical oils.

Untuk cleansing produk, bahan-bahan yang umum dipakai adalah Oats, Virgin Coconut Oil. Kopi, madu, timun, bisa dipakai untuk scrub.”

Kesimpulan

Intinya, Gina menjelaskan, yang perlu dipahami pada saat melihat label skincare adalah:

  • 1. Urutan penulisan dari awal ke akhir menunjukkan persentase besar ke kecil
  • 2. Cek INCI di label dan pahami bahan baku apa saja yang digunakan
  • 3. Skincare berbahan baku air dengan shelflife >6bulan wajib menggunakan preservative.

“Semakin ditulis paling akhir semakin sedikit persentasenya. Silahkan cek lotion masing-masing yang awalannya air.

Mungkin 65-90 persen dari bahan-bahannya adalah air. Jadi jangan ge-er kalau dibilang sebuah produk mengadung rosehip atau argan oil.

Kalau di labelnya disebut paling terakhir, kemungkinan bahan itu hanya 0.5-2% saja dari total produk,” jelas Gina yang juga menciptakan produk skincarenya sendiri, Good Vibes.