Siapa sangka, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraria ini menempati posisi kedua terbesar untuk jumlah sampah yang dibuang ke lautan. Penelitian yang dilakukan oleh University of Georgia, memperkirakan ada 3,22 juta metrik ton sampah plastik yang dibuang setiap tahun ke laut di sekitar perairan Indonesia.

Tidak hanya lautnya saja, bahkan empat sungai di Indonesia yaitu Brantas, Solo, Serayu dan Progo berada di peringkat 20 untuk sungai yang paling tercemar di dunia. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan.

Pola konsumsi dan mengelola sampah sejatinya adalah jawaban. Tema inilah yang menjadi diskusi di WhatsApp Group Komunitas Paprika Loca, Rabu (10/7) lalu bersama Sekti Mulatsih dari Rapel, aplikasi penjemputan sampah di Yogyakarta. Bagaimana mekanisme Rapel? Simak di sini rangkuman diskusinya ya!

SHARING SESSION

Paprika Living: Malam teman-teman sebentar lagi diskusi kita akan dimulai ya. Temanya seru nih tentang aplikasi sampah. Sudah hadir bersama kita Mba Sekti selaku Koordinator Lapangan dari Rapel ID, halo Mba Sekti…

Sekti: Halo. Selamat malam

Paprika Living: Mba boleh memperkenalkan diri dulu kepada teman-teman di Paprika Loca 🙂

Sekti: Ok.  Nama Saya Sekti.  Saya adalah koordinator rapel Indonesia sebuah aplikasi yang dibuat untuk penjemputan sampah secara online

Paprika Living: Ini basenya di Yogya ya Mba? Boleh cerita sedikit mengenai sejarah Rapel Mba Sekti?

Sekti: Aplikasi saat Ini baru tersedia di Jogja. Semoga ke depan bisa melayani wilayah-wilayah lain.

EL 168: Hebat!

Sekti: Ide aplikasi ini berawal dari 2015 – 2016 saat kami membantu pemerintah DIY melakukan survei tentang perda pengelolaan sampah.  Kala Itu kami menemukan bahwa masyarakat DIY sebagian telah memilah sampahnya dari rumah, tapi saat dilakukan pengambilan, petugas sampahnya mencampur kembali sampah tersebut.  Jadi masyarakat kecewa dan tidak mau memilah lagi.

Kemudian tahun 2018, saya membaca journal dari Jenna Jambeck yang menyatakan bahwa negara kita menjadi penyumbang sampah plastik terbesar di laut.  Akhirnya Saya bersama teman-teman mendapatkan ide untuk menciptakan sistem edukasi pilah sampah dan menyediakan pengambilan yang sistemnya terpilah.

Paprika Living: Oh begitu, Rapel baru April 2019 berdiri ya Mba? Nah ini gimana alurnya Mba? ada di playstore ya?

Sekti: Sudah ada di playstore. Di app store belum. Kami menghubungkan antara kolektor sampah dan pemilik sampah. Saat Ini kami baru melayani sampah yang bisa didaur ulang,  jadi sampah akan dibeli oleh kolektor. Karena muatannya edukasi, kami menyebut harga sampah adalah rewards bagi masyarakat/user yang memilah dan merapelkan sampahnya. Karena bagaimanapun sampah adalah sampah, harus dikelola dengan baik. Kalau kita bilang diperjualbelikan, maka orang akan cenderung menghasilkan sampah. Bukan malah mengurangi.

Paprika Living: Reward-nya berupa uang? Hitungannya perkilo berapa ya Mba?

Sekti: Iya.  Per kilo mengikuti harga pasar masing-masing bahan dan kondisi bahan tersebut.

Sekti: Ini contohnya. Harga Di Jogja. Kolektor akan menetapkan kondisi sampah, misal basah atau kering,  kotor atau tidak. Kemudian menerapkan kisaran harganya.

aplikasi rapel

Meita: Hi Mba Sekti. Mau tanya, kalau sampah untuk kompos gitu ngga bisa yaah?

Sekti: Sementara masih Belum.  Ke depan kami akan ambil juga, Harapannya kita bisa buat energi dari sampah tapi dari organik.  Menggunakan anaerobic digester.  Jadi ampasnya bisa untuk pupuk.

Risma: Keren, mudah-mudahan segera tersedia di wilayah lain

Meita: Kan kalau kita bayar pakai kartu, suka dapet bonnya pake thermal paper tuh Mba. Aku baca sih ternyata berbahaya untuk lingkungan. Apakah Rapel juga menerima kertas tersebut?

Sekti: Selama masih bisa didaur ulang kita bisa terima.  Ada dalam list.

 

 

Karla Pranoto: Aku nemu tempat sampah solar power  di foodcourt. Nggak tahu buat apa dan cara kerjanya gimana sih..

Sekti: Waduh saya malah baru lihat Kak, hehehe.  Kalau kami malah nggak merekomendasi yang seperti Itu.  Kalau ada kegiatan kami biasanya pakai keranjang Bambu.

Paprika Living: Kenapa nggak direkomendasikan Mba?

Sekti: Kenapa? Karena…

  • Pertama, pasti mengonsumsi energi, kalau di desa-desa dan kampung-kampung seperti di Jogja sangat tidak memungkinkan.
  • Kedua, bahannya dari plastik dan logam, kalau rusak akan menjadi sampah juga.
  • Ketiga, kami lebih memilih untuk mengedukasi masyarakat bertanggung jawab pada sampahnya. Jadi mengajak mereka membawa pulang sampahnya kemudian memilah di rumah lebih baik.

Paprika Living: apa tantangan dan kesulitan yang Rapel alami Mba sejauh ini?

Sekti: Meyakinkan tukang rongsok keliling untuk bergabung, karena sebagian mereka dari luar Yogya.

Paprika Living: Pendekatannya itu berapa lama Mba? Dan kalau dari konsumen sendiri gimana Mba?

Sekti: Wah pendekatannya tergantung.  Kemarin sekitar satu bulan intensif bisa.  Kalau konsumen respon cukup baik.  Bahkan mereka interaktif, jika ada kesulitan langsung menghubungi Rapel.

Paprika Living: Menghubunginya lewat pesan di aplikasi juga ya Mba? Dan sejauh ini motivasi konsumen apakah lebih kepada “lumayan uangnya” atau memang sudah ada kesadaran saja untuk memilah sampah dengan baik?

Sekti: Kontak ke WA Dan email Rapel.  Kalau motivasi macam-macam. Tapi yang menarik adalah sebagian tidak terlalu peduli dengan uang yang akan didapat.  Ada yang ambil dengan baik dan terpilah mereka sudah sangat senang.  Ini menurut para kolektor.

Paprika Living: Wah. Oh ya Mba, layanan Rapel ini 24 jam atau jam-jam tertentu saja?

Sekti: Biasanya antara kolektor dan user janjian.  Mengingat kita berbeda dengan layanan antar makanan atau transportasi.  Jadi user akan menentukan jamnya ketika mereka berada dirumah. Kolektor akan menyesuaikan.

Paprika Living: Oh ya sejauh ini sudah bekerja sama dengan berapa kolektor dan pengepul? Kemudian perharinya rata-rata ada berapa konsumen Mba yang menghubungi Rapel untuk minta sampahnya diambil?

Sekti: Sekitar 5-6 user. Untuk kolektor saat Ini ada 14 orang tersebar di kawasan perkotaan Yogyakarta dan kota Wates Kulon Progo

CLOSING

Paprika Living: Baiklah teman-teman adakah pertanyaan lain sebelum diskusi ini kita tutup? Kalau tidak ada lagi mungkin dari Mba Sekti ingin menyampaikan sesuatu Mba sebagai penutup diskusi?

Sekti: Cuma satu.  Masalah Sampah adalah masalah kita bersama. Jangan saling menyalahkan, yang terpenting dari kita pribadi mulai bertangung jawab pada sampah yang kita hasilkan.  Ini motto kami.

Paprika Living: Mantap Mba. Baiklah Mba Sekti terimakasih untuk inspirasinya malam ini semoga Rapel bisa ada di Jakarta ya.

Artikel ini adalah rangkuman percakapan dalam diskusi WhatsApp Group antara Sekti Mulatsih dengan anggota Komunitas Paprika Loca! Diskusi seputar isu kesehatan diadakan tiap Rabu malam Pk.20.00 – 21.00. Jika Anda ingin bergabung, silakan hubungi paprikaliving@gmail.com